Pecinta Alam Sebenarnya Itu Yang Seperti Apa ? Kok Saya Bingung Ya…

SELAMATHARIAIR.COM – Pecinta alam, sebenernya mereka itu siapa ? apakah julukan pecinta alam untuk mereka yang nggendong tas outdor kapasitas 60 liter ? atau kah mereka yang tidur di tenda dengan perlengkapan sleeping bag, mereka yang masak pake nesting, mereka yang pake headlamp dan mereka yang suka nulis “kapan kita muncak bareng” kemudian di foto dan di unggah dengan rapih di akun instagram ? sebenarnya siapakah mereka pecinta alam (yang sesungguhnya) ?
pemasangan tenda di sekitar kawasan Telaga Merdada di gelaran Festival Merdada 2017
Oke, mungkin tulisan saya kali ini cukup sarkas, cukup mengundang perdebatan dan mungkin ada oknum yang kurang suka dengan tulisan ini, di belakang mungkin akan muncul celoteh celoteh”yang nulis emang udah cinta alam, yang nulis sok bijak, yang nulis emang udah bener kok sok sokan ngomongin orang”. Oke lah, mau dibilang seperti apa, saya tetap akan tetap dengan opini saya, bukan bermaksud untuk menghakimi satu dua pihak, melainkan untuk interospeksi bersama, pun juga untuk diri saya sendiri yang belum cinta cinta alam banget walaupun nama tengah saya alam ( Ian Alam Sukarso ) .
tenda peserta Festival Merdada 2017
Nah belum lama ini saya dapet job untuk mendokumentasikan sebuah agenda bernama ‘Festival Merdada 2017’ yang bertajuk ‘Back to Nature”, di sini posisi saya bukan sebagai relawan, bukan sebagai panitia, hanya sebagai tim dokumentasi, murni untuk melakukan pekerjaan saya sebagai videographer . Peserta gelaran ini rata-rata adalah dari beberapa bendera yang mengatasnamakan pecinta alam, sekber dan beberapa aktivis lingkungan. Nah ini acara menurutku dekat banget dengan alam, mungkin saya berada di zona orang-orang yang peduli dengan alam, kesempatan besar untuk saya berguru dengan mereka.
Lokasinya di sekitar Telaga Merdada, saya berangkat dari Banjarnegara ( alun-alun ) menggunakan mobil truck negara ( mobil kepolisian ) bebarengan dengan peserta gelaran Festival Merdada. Sepertinya ini kali pertama saya naik mobil truck kepolisian, cukup menambah pengalaman dan tentunya beberapa teman baru. Sesampainya di Telaga Merdada, cukup terkejut dengan salah satu orang yang memanjat pohon kemudian memasang banner acara “Festival Merdada”. Sungguh terkejut karena beliau memasang banner di pohon dengan cara di paku, sungguh ini menurut saya pribadi kurang bisa disebut pecinta alam, sekali lagi menurut saya pribadi.
oknum yang memaku banner ke pohon di Festival Merdada 2017
Bukan ingin menjatuhkan oknum tersebut, bukan ingin menghakimi acara Festival Merdada, ini sebagai kritik saya untuk hal-hal yang menurut saya kurang pas, ya kurang pas aja kalau di acara yang begitu dekat dengan alam kok ya ada aksi memaku pohon, menurutku ya kurang pas.
Oke, itu hal pertama yang menurutku adalah sebuah kekurangan yang semoga tidak terjadi lagi di kemudian hari. Kemudian yang kedua adalah dalam rangkaian kegiatan Festival Merdada, ada satu rangkaian yaitu pelepasan bibit ikan ke Telaga Merdada. Menurut saya ini hal yang bagus, untuk memanfaatkan telaga agar banyak ikan, kemudian menjadi lebih ada kehidupan di situ, tapi dalam prakteknya, bibit ikan tersebut kurang ditangani dengan maksimal, terbukti banyak bibit yang mati ketika dibawa dari kota ke Telaga Merdada yang pada akhirnya menurut saya itu menjadi mubazir.
Masih di tempat belum di lepas ke Telaga, setelah di lepas lebih banyak yang terlihat mengambang ( mati ) hanya saja tak sempat terdokumentasikan.
Oke, mungkin ini adalah kesalahan teknis, tidak mungkin juga ada niatan untuk membuat si ikan-ikan kecil ini mati, pasti harapan dan niat baiknya ya ikan-ikan ini bisa tumbuh dan berkembang di Telaga Merdada seperti yang diharapkan.
Oke, dua hal tersebut cukup menggangu pikiranku ketika sedang bekerja di gelaran Festival Merdada 2017. Ketika ada di Telaga Merdada, hanya bisa ngomong dalam hati dan ngomong ke diri sendiri, akhirnya lewat postingan ini saya ungkapkan kegelisahan saya, daripada dibendung nanti malah jadi bahaya, mending saya tuangkan di sini barangkali bisa menjadi bahan diskusi bareng temen-temen yang membaca tulisan ini.
Namanya Pavla, dia dari Ceko dan sedang tinggal di Gumiwang, Banjarnegara, dia sedang melakukan kampanye “no plastic”
Dalam gelaran Festival Merdada, ada kegiatan tracking bukit yang mengitari Telaga Merdada, kebetulan ada salah tamu spesial, beliau adalah Mba Pavla dari Ceko, dia di ajak ikut tracking bukit oleh Mas Tlewang, Mas Tlewang ini adalah kordinator acara, mengatur jalannya acara dan tugasnya lebih ke peserta, memandu peserta dan lain sebagainya, pokoknya yang berhubungan dengan peserta. “Bro, bisa bahasa Inggris ? ” tanya Mas Tlewang ke saya, kemudian dengan nekat menjawab “Nggih saged mas sekedik-sekedik ” ( ya bisa mas sedikit-sedikit ). Nah disuruh nemenin Mba Pavla, disuruh ngajak ngobrol biar dia ga bengong sendirian waktu tracking bukit di Merdada.
baca juga : Pavla the Treveller ( blog-nya Mba Pavla )
Dengan kemampuan bahasa inggrisku yang pas-pas’an tapi ya lumayan nyambung ngobrol sampai muterin Telaga Merdada, kami pun ngobrol banyak, ya mulai dari perkenalan, kemudian tanya-tanya soal kenapa dia ke Indonesia dan kenapa dia ke Banjarnegara, kemudian ngobrol tinggal dimana, eh ternyata di Gumiwang, dia menyebut sosok yang saya kenal, namanya Mba Maulida, saya kenal beliau karena dulu sempat bareng di Sekolah Insporasi Pedalaman. Dengan sok dan dengan santainya aku nyletuk “Oh Mrs Maulida, i know, she is my friend”, kemudian Mba Pavla ini semakin enjoy ngobrol denganku. Sepanjang jalan kami menemui plastik dan kami ngobrol soal plastik, Mba Pavla bilang kalau plastik itu sulit untuk diproses, butuh mesin khusus untuk memproses sampah plastik, dia menyarankan untuk menanggulangi ini semua ya dengan cara pencegahan, dengan cara tidak mengkonsumsi plastik, dia menceritakan bahwa dia sering ke pasar beli wortel, bawang dan beberapa sayuran, dia tidak mau ketika dikasih plastik, dia bawa tas sendiri dari rumah, itu adalah bentuk nyata meminimalisir penggunaan plastik.

Saya bercerita kalau kebiasaan orang-orang daerah saya adalah membakar plastik untuk melenyapkan sampah plastik tersebut. Mba Pavla bilang kalau plastik di bakar berbahaya, bisa mengakibatkan kanker kulit, bisa juga bikin global warming, pokoknya kurang baik kalau sampah plastik di bakar.

Baca Juga:  Video Klip "Meadow of Heaven" Gardenia Music
Nah lagi-lagi dalam hati saya bertanya “mereka sebenarnya pecinta alam bukan ya?” teruntuk mereka peserta yang ikut tracking bukit Merdada. Sepanjang jalan banyak sekali plastik, kenapa ya ga diambili ? kenapa malah mereka sibuk dengan gadget, sibuk foto dan juga sibuk ngomong ke saya “mas, mau foto sama Mba’nya, bilangin mas”, mereka justru lebih mementingkan foto bareng Mba Pavla, padahal saya amati Mba Pavla ini kurang nyaman ketika di ajak foto bareng yang pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak foto bareng dia.
Telaga Merdada di lihat dari bukit
suasana bukit di atas Telaga Merdada
Mungkin tidak semua peserta yang ikut tracking ini tak memungut sampah, mungkin ada sebagian yang mereka sadar, mereka membawa sampah-sampah di sekitar bukit, hanya saja mungkin secara diam-diam tanpa diketahui orang lain, pun juga tanpa sepengetahuan saya.
Cukup di sini kekecewaan saya, semua terobati dengan kegiatan di esok harinya yaitu penanaman pohon yang katanya berjumlah sebanyak 2017 sesuai dengan tahun yang sedang berjalan ini. Di kegiatan ini saya pun dengan senang hati merekam tiap gerak gerik mereka, para peserta dan beberapa dari dinas, kepolisian dan juga ada komunitas motor Honda Win yang turut meramaikan penghijauan di Telaga Merdada.
Wakil Bupati Banjarnegara, Bapak H. Syamsudin, S.Pd., M.Pd di pembukaan Festival Merdada 2017
Ketemu mas Yogi juga, setelah sekian lama tak ketemu, dulu ketemu awal di kos daerah Gembiraloka
Salut bapaknya rela pasan-panasan ikut menanam pohon, semoga bisa menjadi contoh yang baik
Sesaat dihibur dengan kegiatan penghijauan, lalu tak selang beberapa saat saya mulai berfikir, penghijauan ini nanti bakal Mubazir seperti ikan-ikan yang sudah saya ceritakan di atas ga ya ? setelah penghijauan apakah ada tindak lanjut ? kalau tidak ada tindak lanjut perawatan lalu untuk apa kuantitas sebanyak 2017 yang toh nantinya akan mati ? sial, saya terjebak di pemikiran yang begitu mengganggu. Saya kadang berfikir untuk diri saya pribadi bahwa “menanam 1 bunga di halaman rumah dengan dirawat sungguh-sungguh lebih baik dibanding menanam ribuan pohon namun hanya untuk terlihat keren di media”, pemikiranku ini apakah salah ? coba bantu saya untuk menanggapi tulisan ini, saya mohon kritik dan saran tentang cerita yang sudah saya tulis dari awal hingga akhir, pertanyaan : Pecinta Alam Sebenarnya Itu Yang Seperti Apa ? semoga ada yang berkenan menjawab di kolom komentar, terima kasih dan mohon maaf, sekali lagi, saya tidak bermaksud menjatuhkan satu pihak atau menjelek-jelek-an pecinta alam, saya tidak ada niatan demikian. 
Kayak di Telaga Merdada asik lho
Kayak di Telaga Merdada di buka untuk umum, namun belum bisa beroperasi setiap hari, ditunggu saja
[UPDATE]
Video Dokumentasi Festival Merdada 2017