Mengapa memilih berambut gimbal ?

Entah kenapa tiba-tiba ingin menulis pengalaman pribadi saya tentang rambut gimbal yang kini menjadi model rambut yang saya kenakan. Berawal dari kegemaranku dengan musik reggae di tahun 2009, melihat foto-foto Robert Nesta Marley ( biasa disebut Bob Marley ) yang tersebar di internet. Ketika itu yang terlintas di benak saya adalah, rambutnya unik dan terlihat seperti ada misteri dibaliknya. Lama kelamaan mulai tertarik dengan gimbal, mencoba mencari referensi bagaimana cara membuat rambut gimbal ? kemudian mencoba membuat gimbal untuk memprektekan apa yang telah dipelajari di internet. Tak hanya mencari referensi tentang bagaimana cara membuat gimbal, namun beberapa artikel yang menyangkut rambut gimbal juga saya baca. Muncul beberapa artikel tentang rambut gimbal asli Dieng, yang begitu dekat dengan tempat saya, masih satu kabupaten yaitu Banjarnegara. Di Dieng ternyata ada anak-anak berambut gimbal yang memang muncul secara tiba-tiba tanpa dibuat-buat seperti gimbal yang ada pada kepala saya saat ini.
Foto Mbah Kolodete ( sumber : fotografer.net )
Beberapa artikel menyebutkan bahwa rambut gimbal di Dieng ada kaitannya dengan Mbah Kolodete, berikut ini salah satu artikel yang mungkin bisa menggambarkan tentang sosoknya.

Merdeka.com – Dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, memiliki segudang legenda. Tim Ekspedisi Menyapa Indonesia dari merdeka.com dan Portrait Of Indonesia pun mengunjungi kawasan yang terkenal dengan bocah berambut gimbal itu, Jumat (16/1). 

Salah satu legenda yang terkenal di Dieng adalah mengenai Kiai Kolodete. Namun, cerita mengenai Kiai Kolodete memiliki banyak versi.
Salah satu versinya diperoleh wartawan merdeka.com, Mardani, dari tokoh pemuda dan budaya Dieng, Alif Fauzi (38).
Menurutnya, Kiai Kolodete adalah seorang resi Hindu penguasa Dieng yang akhirnya memilih masuk Islam. Kiai Kolodete adalah salah satu penjaga Dieng. Dia menjaga wilayah tengah Dieng. 

Selain Kiai Kolodete, ada empat orang lainnya yang ditugaskan oleh para walisongo untuk menjaga ke-Islaman masyarakat Dieng saat itu.Empat orang itu adalah; Kiai Karim yang bertugas menjaga Dieng wilayah selatan, Kiai Ageng Selo Manik yang bertugas menjaga Dieng wilayah timur, Kiai Ageng Mangku Yudho yang bertugas menjaga Dieng wilayah barat, dan Kiai Walik yang bertugas menjaga Dieng wilayah utara.

“Makam mereka ada beberapa di sekitar sini. Di barat Desa Karang Tengah ada makamnya Ki Ageng Mangku Yudho, dan Kiai Walik makamnya ada di arah Wonosobo, makamnya Kiai Karim ada di Wonosobo,” kata Alif.

Dia mengatakan, ada versi cerita Kiai Kolodete di-Islamkan langsung oleh Sunan Kalijaga.

“Mitosnya Sunan Kalijaga pernah ke sini. Ada musala di sini dinamakan Sunan Kalijaga karena katanya dulu Sunan Kalijaga pernah salat di situ di sebuah batu,” katanya.

Menurutnya, sejak Islam masuk, Dieng boleh ditinggali oleh siapapun. Sebelum itu, hanya kasta Brahmana dan kasta Kesatria saja yang boleh masuk dan tinggal di Dieng.

Sementara, soal fenomena anak kecil Dieng berambut gimbal dipercaya memiliki garis keturunan dari Kiai Kolodete. Anak berambut gembel itu, demikian biasa disebut warga Dieng, memiliki kehidupan layaknya anak biasa.

Namun demikian, mereka memiliki sejumlah perbedaan dengan anak biasa lainnya. “Misalnya kalau mereka marah rambut gembelnya berdiri. Selain itu kalau mereka marah tenaganya luar biasa, karena mereka ditumpangi oleh mahluk gaib,” katanya.

Versi lain dari kisah Kiai Kolodete adalah seorang pengembara yang bersama dua sahabatnya yakni: Kiai Karim dan Kiai Walik menjadi perintis cikal bakal pemukiman di Dieng. Kiai Kolodete merintis di dataran tinggi Dieng, sementara Kiai Karim di Kalibeber dan Kiai Walik di Wonosobo.

Berdasarkan penelusuran, Kiai Kolodete berambut gimbal. Saat berkuasa di Dieng, dia bersumpah tak akan mencukur rambutnya hingga penduduk Dieng makmur. Jika sumpahnya itu tak terkabul, dia akan menitiskan rohnya kepada anak-anak di Dieng.

Versi lainnya, Kiai Kolodete adalah seorang punggawa pada masa Mataram Islam sekitar abad 14 masehi. Bersama Kiai Walid dan Kiai Karim, Kolodete ditugaskan Mataram mempersiapkan pemerintahan di Wonosobo dan sekitarnya.

Kiai Wali dan Kiai Karim ditugaskan ke Wonosobo, sementara Kolodete ke Dieng. Saat tiba di Dieng, Kolodete dan istri, Nini Roro Rence, mendapat wahyu dari Nyai Roro Kidul, penguasa pantai selatan.

Mereka diperintahkan mensejahterakan masyarakat Dieng. Tolak ukur kesejahteraan bagi masyarakat Dieng akan ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal.

Sejak itu kemudian muncul anak-anak berambut gimbal di Dieng.

Lama sekali menahan keinginan untuk gimbal, ketika itu terhalang masih harus mengikuti aturan sekolah yang mengharuskan siswa berambut pendek. Tahun 2011 saya masuk kuliah di salah satu kampus swasta di Jogja, keinginan saya untuk gimbal begitu besar, namun saat itu masih bimbang, apakah ingin bergimbal dengan gimbal sambungan mengikuti tren atau berambut gimbal asli dengan menunggu waktu untukmemanjangkan rambut. Kegelisahan itu saya rasakan hingga tahun 2014, yang pada akhirnya saya memutuskan untuk menggimbal rambut saya. Dimulai dengan proses menggimbal sedikit demi sedikit, tidak langsung full satu kepala, saya menikmati proses menggimbal yang hampir sebagian besar saya kerjakan sendiri. 
Banyak sekali pertimbangan untuk bergimbal, mulai dari orang tua, keluarga, tetangga dan masyarakat luas yang masih menganggap bahwa gimbal itu negatif, nakal, urakan bahkan tidak sedikit yang menganggap gimbal seperti orang gila. Disitulah pertimbangan yang saya cari selama 2011 hingga 2014, berujung pada keputusan “Oke, saya sudah mantap, keputusan menggimbal rambut saya”.
Dieng, 04 Juni 2016 di Pamit Ngopi Dieng.

Untuk kalian yang ingin bergimbal, coba pertimbangkan matang-matang, yakinkan pendirian kalian. Berusaha menjadi pribadi yang baik, menjaga nama baik pribadi anda, menjaga nama baik keluarga, agama, juga menjaga citra gimbal. Tunjukan pada khalayak ramai bahwa gimbal bukan kriminal, gimbal bukan negatif.